Rabu, 25 Desember 2013

Pengembangan Tyto alba



Pengembangan Tyto alba
22 Desember 2013.  By, Rita Fatmasari
Embun masih asik mengendap di jendela hingga keadaan di luar menjadi samar. Hujan, lagi-lagi hujan. Ku coba untuk keluar dan berfikir untuk tetap semangat mencari informasi tentang Tyto alba, akhirnya niatku bulat meskipun  Di tengah-tengah gemericik hujan yang turun di wilayah sekitar kota Demak, tetap saja tidak mengurangi rasa semangatku untuk tetap berpetualangan. Saat itu ku pandangi Desa Tlogoweru dengan seksama, meskipun desanya kecil namun tetap terjaga keindahan alam sekitar dan tetap terjaga kebersihanya. ku pandangi Keringat yang menetes tak menghalangi terkembangnya sebuah senyum di bibirnya saat kami bertemu. Raut wajahnya sedikit lelah, namun ia toh tak menggubrisnya. Dari serambi karantina Dia banyak bercerita tentang Tyto alba yang kini hangat di bicarakan oleh kalangan Petani dan penduduk sekitar pelosok desa dalam mengatasi hama tikus.
Pria yang berusia sekitar 32 itu bernama lengkap Winarto, merupakan selaku pengurus karantina yang sangat peduli akan Tyto alba di Desa Tlogoweru ini, dia banyak bercerita tentang terjadinya Tyto alba yang sampai sekarang di jaga perkembangannya oleh masyarakat Tlogoweru. Tyto Alba adalah burung pemakan tikus bisa disebut burung hantu. Karantina di Desa Tlogoweru itu sendiri sudah berdiri sejak awal Mei 2011 yang lalu. Namun baru tahun-tahun ini Tyto alba gencar dibicarakan.
Winarto mengatakan,“Sebetulnya harapan saya sudah punah saat itu untuk mendapatkan hasil pertanian yang selalu kacau dan tidak dapat dipanen karena hama tikus. Dan itu berhubungan dengan materi (biaya), biaya lain-lain untuk membelikan pupuk dan sebagainya. Namun, kali ini saya, kepala Desa serta masyarakat sekitar mencari tahu hal apa yang bisa kami lakukan  untuk  mengusir hama tikus agar tidak menyerang tanaman padi di Desa kami. Ucapannya bikin saya  lebih semangat dalam meneliti lebih lanjut lagi,” gumam saya.
Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, menangkarkan dan mengembangkan burung predator tikus spesies Tyto alba. Penduduk Desa Tlogoweru 90 % bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Oleh karenanya prioritas pembangunan di Desa Tlogoweru dititik beratkan pada bidang pertanian perikanan dan peternakan. Sebagai upaya dalam peningkatan pendapatan penduduk di Desa Tlogoweru. Hama tikus sulit sekali dikendalikan karena kurang serempaknya dalam pengendalian hama tikus. Upaya-upaya pengendalian tikus di Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah sudah dilakukan oleh masyarakat  sejak tahun 1963 hingga sekarang.
Hama tikus yang tidak dapat dikendalikan selama bertahun-tahun membuat petani di Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mengendalikannya dengan musuh alami. Warga membuat sebuah karantina burung hantu (Tyto alba) sebagai predator pembasmi tikus. Desa Tlogoweru belajar mengenai burung pemangsa tikus di Ngrambe Kab.Ngawi Jawa Timur. Setelah belajar dari sana  Kepala Desa Tlogoweru Sutejo membentuk tim komonitas pelestari burung Tyto alba.
Penangkaran burung hantu tersebut dikembangkan oleh Lembaga Pelatihan Kerja Swasta Sejahtera Bersama serta warga sekitar. Mereka membuat tempat karantina seluas 6 X 12 meter untuk penangkaran jenis burung yang aktif saat malam hari. Setelah tiga bulan, anakan burung yang telah siap dan dapat memangsa tikus dilepaskan ke alam. Pengurus karantina Desa Tlogoweru Winarto mengatakan,“ini menjadi solusi yang alami untuk mengendalikan populasi tikus."Kita sudah memperkirakan dan meneliti Habitat Tyto alba di Telogoweru yang di alam bebas sudah ada lebih dari 500 ekor burung,” kata winarto.
Tyto alba memiliki kemampuan berburu sangat tinggi dengan memangsa tikus yang dimakan 2-3 ekor tikus dewasa, tapi dia membunuh lebih dari yang dimakan per hari. Selain itu, daya pengelihatannya juga tajam hingga jarak 500 meter. Untuk mencegah perburuan liar, desa tersebut juga mengeluarkan peraturan dan sangsi tegas berupa denda Rp 1,2 juta bagi pemburu yang melanggar. Setiap jalan sudah ada papan tulisan,”DILARANG MENEMBAK BURUNG”. Semoga tetap terjaga kelestariannya.
 Menurut penelitian, tyto alba hidup sampai lima tahun namun sampai sekarang belum bisa di pastikan di Desa Tlogoweru, karena Tyto alba baru ada di tahun 2011 kemarin. Winarto mengatakan,” Tyto alba biasanya bertelur setahun 2X telurnya mencapai 10-15 butir.  bulan januari mulai kawin, Februari-Maret bertelur lalu April menetas. Bulan juni kawin, Juli bertelur dan bulan Agustus mulai menetas lagi. Tyto alba bertelur di Rubuhan (Rumah burung hantu) Rubuhan itu ada dua macam, permanen dan sederhana kalau permanen buatnya dengan beton/ tiang besi sedangkan yang sederhana buatnya cukup dengan bambu.
Harapan dari Winarto dan masyarakat Tlogoweru, Mari untuk tetap semangat dalam mengembangkan serta tetap menjaga dan melestarikannya Tyto alba dengan baik di Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.