Pengembangan Tyto alba
22 Desember 2013. By, Rita Fatmasari
Embun masih asik mengendap di jendela hingga keadaan di
luar menjadi samar. Hujan, lagi-lagi hujan. Ku coba untuk keluar dan berfikir
untuk tetap semangat mencari informasi tentang Tyto alba, akhirnya niatku bulat meskipun Di tengah-tengah gemericik hujan yang turun
di wilayah sekitar kota Demak, tetap saja tidak mengurangi rasa semangatku
untuk tetap berpetualangan. Saat itu ku pandangi Desa Tlogoweru dengan seksama,
meskipun desanya kecil namun tetap terjaga keindahan alam sekitar dan tetap
terjaga kebersihanya. ku pandangi Keringat
yang menetes tak menghalangi terkembangnya sebuah senyum di bibirnya saat kami
bertemu. Raut wajahnya sedikit lelah, namun ia toh tak menggubrisnya. Dari serambi
karantina Dia banyak bercerita tentang Tyto alba yang
kini hangat di bicarakan oleh kalangan Petani dan penduduk sekitar pelosok desa
dalam mengatasi hama tikus.
Pria yang berusia sekitar 32 itu
bernama lengkap Winarto, merupakan selaku pengurus karantina yang sangat peduli
akan Tyto alba di Desa Tlogoweru ini, dia banyak bercerita tentang
terjadinya Tyto alba yang sampai sekarang di jaga perkembangannya oleh
masyarakat Tlogoweru. Tyto Alba adalah burung pemakan tikus bisa disebut
burung hantu. Karantina di Desa Tlogoweru itu sendiri sudah berdiri sejak awal
Mei 2011 yang lalu. Namun baru tahun-tahun ini Tyto alba gencar
dibicarakan.
Winarto mengatakan,“Sebetulnya harapan saya sudah punah
saat itu untuk mendapatkan hasil pertanian
yang selalu kacau dan tidak dapat dipanen karena hama tikus. Dan itu
berhubungan dengan materi (biaya), biaya lain-lain untuk membelikan pupuk dan sebagainya. Namun, kali
ini saya, kepala Desa serta masyarakat sekitar mencari tahu hal apa yang bisa
kami lakukan untuk mengusir hama tikus agar tidak menyerang
tanaman padi di Desa kami. Ucapannya bikin saya lebih semangat dalam meneliti lebih lanjut lagi,” gumam saya.
Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur Kabupaten Demak,
menangkarkan dan mengembangkan burung predator tikus spesies Tyto alba.
Penduduk Desa Tlogoweru 90 % bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani.
Oleh karenanya prioritas pembangunan di Desa Tlogoweru dititik beratkan pada
bidang pertanian perikanan dan peternakan. Sebagai upaya dalam peningkatan
pendapatan penduduk di Desa Tlogoweru. Hama tikus sulit sekali dikendalikan
karena kurang serempaknya dalam pengendalian hama tikus. Upaya-upaya
pengendalian tikus di Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur Kabupaten Demak Provinsi
Jawa Tengah sudah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1963 hingga
sekarang.
Hama tikus yang tidak dapat dikendalikan selama
bertahun-tahun membuat petani di Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten
Demak, Jawa Tengah, mengendalikannya dengan musuh alami. Warga membuat sebuah
karantina burung hantu (Tyto alba)
sebagai predator pembasmi tikus. Desa Tlogoweru belajar mengenai burung
pemangsa tikus di Ngrambe Kab.Ngawi Jawa Timur. Setelah belajar dari sana Kepala Desa Tlogoweru Sutejo membentuk tim
komonitas pelestari burung Tyto alba.
Penangkaran burung hantu tersebut dikembangkan oleh Lembaga
Pelatihan Kerja Swasta Sejahtera Bersama serta warga sekitar. Mereka membuat
tempat karantina seluas 6 X 12 meter untuk penangkaran jenis burung yang aktif
saat malam hari. Setelah tiga bulan, anakan burung yang telah siap dan dapat
memangsa tikus dilepaskan ke alam. Pengurus karantina Desa Tlogoweru Winarto mengatakan,“ini
menjadi solusi yang alami untuk mengendalikan populasi tikus."Kita sudah memperkirakan
dan meneliti Habitat Tyto alba di
Telogoweru yang di alam bebas sudah ada lebih dari 500 ekor burung,” kata
winarto.
Tyto alba memiliki kemampuan berburu sangat
tinggi dengan memangsa tikus yang dimakan 2-3 ekor tikus dewasa, tapi dia
membunuh lebih dari yang dimakan per hari. Selain itu, daya pengelihatannya
juga tajam hingga jarak 500 meter. Untuk mencegah perburuan liar, desa tersebut
juga mengeluarkan peraturan dan sangsi tegas berupa denda Rp 1,2 juta bagi
pemburu yang melanggar. Setiap jalan sudah ada papan tulisan,”DILARANG MENEMBAK
BURUNG”. Semoga tetap terjaga kelestariannya.
Menurut penelitian, tyto alba hidup sampai lima tahun namun
sampai sekarang belum bisa di pastikan di Desa Tlogoweru, karena Tyto alba baru ada di tahun 2011
kemarin. Winarto mengatakan,” Tyto alba biasanya bertelur setahun 2X telurnya
mencapai 10-15 butir. bulan januari
mulai kawin, Februari-Maret bertelur
lalu April menetas. Bulan juni kawin, Juli
bertelur dan bulan Agustus mulai menetas lagi. Tyto alba bertelur di Rubuhan
(Rumah burung hantu) Rubuhan itu ada dua macam, permanen dan sederhana
kalau permanen buatnya dengan beton/ tiang besi sedangkan yang sederhana
buatnya cukup dengan bambu.
Harapan dari Winarto dan masyarakat Tlogoweru, Mari untuk
tetap semangat dalam mengembangkan serta tetap menjaga dan melestarikannya Tyto alba dengan baik di Desa Tlogoweru,
Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.